Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian berencana untuk mewajibkan pelumas otomotif yang masuk ke Indonesia wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), regulasi yang akan rampung dalam waktu dekat ini membuat sejumlah importir pelumas resah.
Perhimpunan Distributor dan Importir Pelumas Indonesia (PERDIPPI) memberi catatan terkait alasan yang diungkapkan sebagai dasar penerbitan aturan wajib SNI tersebut.
Ketua Umum PERDIPPI, Paul Toar mengatakan “Ada sejumlah alasan yang dijadikan dasar dari penerbitan aturan SNI yang bertentangan dengan fakta di lapangan. Sehingga, alasan-alasan yang diungkapkan tersebut tidak berdasar, bahkan bertentangan dengan realitas yang ada.” (21/8)
Pertama, sebelum diizinkan beredar, setiap pelumas impor telah melalui proses pengujian laboratorium Lemigas dengan 14 parameter ujia kimia fisika.
“Mereka adalah pelumas yang diproduksi berbagai perusahaan minyak raksasa dunia yang sudah diakui produk dan kredibilitasnya, seperti Shell, Exxonmobil, Mobil 1, Total, Castrol dan yang lainnya. Kualitas pelumas tersebut sudah dijamin di negara asalnya masing-masing,” ungkap Paul.

Kedua, tudingan yang dijadikan alasan kedua penerbitan aturan ini adalah pasar pelumas nasional dikuasai oleh import. hal ini juga tidak beralasan, karena sampai saat ini perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu Pertamina masih menguasai 70% lebih market share minyak pelumas di Indonesia.
Sedangkan untuk alasan ketiga, yakni dengan SNI Wajib maka negara memproteksi pelumas dalam negeri dari pelumas impor juga terbukti tidak benar. Karena, bahan baku dari pelumas produksi dalam negeri juga masih diimpor.
Paul juga menyampaikan, untuk biaya pengurusan SNI wajib akan berkisar Rp. 500.000.000,-/SKU/4 tahun. Nominal tersebut dianggap terlalu mahal dan justru akan berakibat mematikan produsen dalam negeri yang berskala kecil, bahkan sudah berinvestasi triliunan rupiah. (Pras)